#ReviewFilm – Europe On Screen 2017: Goodnight Mommy & Mustang

Sejak 5 Mei lalu, telah digelar festival film Europe on Screen yang menayangkan film-film produksi Eropa berkualitas di beberapa kota di Indonesia. Penulis pun menyempatkan diri untuk menonton film-film yang diputar di Erasmus Huis pada hari Sabtu, 13 Mei 2017. Antusiasme terhadap festival film yang sudah digelar ke-15 kalinya ini ternyata cukup tinggi, karena antrian tiket di venue tersebut cukup panjang. Antrian untuk masuk ke dalam auditorium pun sudah terbentuk setengah jam sebelum auditorium dibuka.

Dua film yang ditonton oleh penulis adalah Goodnight Mommy (Jerman) dan Mustang (Prancis).

Goodnight Mommy mengisahkan kerisauan sepasang anak kembar, Lukas dan Elias, (Lukas Schwarz, Elias Schwarz) yang meragukan identitas ibunya (Susanne Wuest) setelah ia kembali dari operasi wajah di rumah sakit. Karena sikapnya yang berbeda, mereka merasa posisi ibunya telah diambil alih orang lain. Lukas dan Elias pun memutuskan untuk bertindak.

Seperti The Babadook, film ini mengisahkan sisi gelap hubungan ibu dan anak yang sebenarnya rapuh dan tidak seindah poster Keluarga Berencana. Dengan ciri khas film indie asal Eropa yang bertempo lambat, Goodnight Mommy menawarkan ketegangan yang baru. Tidak seperti film thriller pada umumnya yang eksplisit dalam menunjukkan ancamannya, teror itu datang dalam momen-momen kegelisahan panjang yang baru akan pecah di klimaks. Pembangunan suasana tegang sangat berhasil melalui perpaduan sinematografi, penyutradaraan, dan scoring yang baik. Film ini juga menceritakan sudut pandang si kembar dan ibunya dengan kompleksitas yang dalam, sehingga mempermainkan simpati penonton kepada keduanya.

Film kedua, Mustang, berawal dari lima gadis kakak-beradik dari keluarga religius yang tertangkap sedang bermain di pantai bersama anak laki-laki. Keluarga mereka berusaha “menjinakkan” mereka dengan mengurung mereka di rumah dan menjodohkan mereka satu per satu dengan lelaki yang tak dikenal. Para kakak-beradik mulai memberontak dengan caranya  masing-masing.

Kekuatan terbesar Mustang terletak pada emosi yang muncul secara total dalam setiap adegan. Akting para aktris utama (Günes Sensoy, Doga Zeynep Doguslu, Tugba Sunguroglu, Elit Iscan, Ilayda Akdogan) sebagai saudara yang dinamis menjadi roda penggerak film, namun tak kalah total juga kombinasi antara Paman Erol (Ayberk Pekcan), antagonis murni yang keras yang melambangkan tekanan patriarki dalam budaya mereka, dan sang nenek (Nihal G. Koldas) yang tegas namun penuh kasih sayang. Banyak momen yang tampak candid namun menyentil, berkat penyutradaraan dan dialog yang cerdas. Kritikus dan penonton banyak membandingkan film ini dengan The Virgin Suicides karya Sofia Coppola, yang pengaruhnya tampak dari tema besar dan jiwa persaudaraan kelima kakak-beradik. Namun Mustang dapat mengembangkan temanya melampaui estetika 50-an dan fetisisme perempuan yang diangkat pendahulunya. Film ini menyorot bagaimana suatu sistem kebudayaan menjadi sangat berkuasa atas tubuh perempuan dan menekan kebebasan mereka untuk hidup, sesuatu yang dapat dipahami di mana pun di dunia ini.

Penulis telah mengikuti Europe on Screen sejak tahun 2014, dan jujur penulis merasa senang mengamati animo penonton yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Minggu, 14 Mei adalah hari terakhir Europe on Screen diadakan di tahun 2017. Sempatkan diri anda untuk mengapresiasi film-film berkualitas yang mungkin di Torrent seed-nya cuma 2! Bagi yang belum bisa hadir tahun ini, mari berharap festival film ini akan hadir kembali tahun depan.

Penulis: Dini Adanurani, Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya

Photo: infoscreening.co – static.rogerebert.com – cdn.theatlantic.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *