Assalamualaikum, telah tayang film Indonesia baru

 

Film adalah sebuah media pelarian yang bisa dibilang paling santai. Kita disajikan narasi yang komplit (kecuali untuk Marvel Studio yang gampangnya promosi film selanjutnya), para pelakon yang nyata wujudnya, latar tempat yang jelas, eksposisi untuk melumas laju cerita, dan tidak seperti video game yang perlu upaya fisik dan (biasanya) mental untuk menjalankan ceritanya – di luar urusan mengemil. Ketika kita disajikan satu film, umumnya kita berekspektasi akan disajikan kisah yang tidak jauh berbeda dengan apa yang ada di poster dan di trailer; apa yang Anda bayangkan ketika melihat poster bergambar ukhti yang dengan malu-malu mengintip seorang ikhwan yang jelas ditampilkan sebagai sosok husbando yang sedang sholat?

            Yang jelas bukan Twin Peaks apalagi Infinity War. Setidaknya menurut saya.

            Assalamualaikum Calon Imam adalah satu kontribusi drama layar perak dengan kearifan sinetron siang, dipadatkan dalam durasi satu setengah jam. Kisahnya pun cukup mengikuti rumus sakti: Fisya (diperankan oleh Natasha Rizki) adalah seorang mahasiswi kedokteran yang kebetulan berpapasan dengan Alif (Miller Khan), dokter ganteng yang pokoknya sangat husbando-able sama-sama terjebak macet karena kecelakaan. Selang beberapa kebetulan kemudian, hubungan Alif dan Fisya sudah dekat – terlepas dari Fisya masih menyimpan rasa akan Jidan (Andi Arsyil), dosen yang kebetulan sudah kenal lama dan kebetulan menikah dengan Salsya (Merdi Octav) selaku kakak kandung Fisya, dan kebetulan nge-bro dengan Alif. Itu belum termasuk pelik hubungan antara Fisya dan ayahnya (Le Roy Osmani) yang kebetulan adalah profesor kedokteran dan kebetulan mentor bagi Alif dan Jidan.

            Jika Anda merasa banyak “kebetulan” di film ini, kebetulan film drama ini diboncengi oleh nama-nama yang mungkin tidak asing di dunia persinetronan Indonesia terutama yang berbau Islami. Cukup itu yang kebetulan mampu saya gali. Banyak dari teman-teman saya mengatakan Pundi-Pundi Sekuel 2 Ayat-Ayat Cinta 2 adalah film yang paling menantang logika sepanjang paruh awal tahun 2018 (reviu Mbak Teppy tidak membantu membuatnya masuk akal) sehingga saya berhati-hati untuk tidak menilai dengan standar anak indie yang berharap makna filosofis di balik imaji abstrak yang sebenarnya hanya eksploitasi sineasnya untuk membangun hype. Untunglah film ini – terlepas dari segala cacatnya – masih sadar diri ditargetkan untuk penonton pendamba kisah yang lebih “membumi.”

            Secara eksekusi, struktur film ini mengikuti formula kisah roman yang telah teruji oleh sosok seperti Shakespeare, James Cameron, dan Riri Riza: kedua sejoli berpapasan beberapa kali, ada sedikit aura selek antar keduanya atau dengan tokoh orang ketiga, diselingi intrik keluarga dan/atau teman, berakhir dengan plot twist klasik. Klise, namun usaha filmmaker untuk menutup semua kemungkinan plot hole, meskipun belum rapi, bisa dijadikan pelajaran bagi para sineas generasi mendatang.

            Di luar karakterisasi dan narasi yang klise, satu hal yang paling mengganggu dalam film ini adalah ketidakjelasan sense of urgency dalam film ini. Kita tidak tahu selang waktu antara adegan satu dengan adegan selanjutnya jika tidak melalui eksposisi (hanya satu yang berhasil saya ingat). Semua berjalan seolah cerita diburu waktu sehingga terasa semua kisah terjadi dalam selang waktu seminggu – padahal sebenarnya lebih lama lagi. Kita hanya tidak tahu kapan Salsya dan Jidan bertunangan dan kapan mereka menikah, belum lagi ketika Salsya hamil, punya anak, punya cucu, dan punya cicit.

            Sementara bagi Anda yang memiliki latar belakang kedokteran, saya sarankan untuk tidak T E R P I T C H O E™ dengan segala kesalahan deskripsi yang menurut saya fatal: untuk apa Alif membawa ponselnya dan ponsel Fisya ketika operasi? Kenapa suster IGD memakai sepatu high-heels ketika melarikan pasien? Kenapa dokter bisa sakit? Mengapa bumi itu datar bulat? Mengapa kita hidup kalau kita hanya bisa menikmati kemewahan dan berakhir menjadi tua dan getir, sendirian menghabiskan sisa hidup sebelum ajal menjemput?

            Lalu ketika credit roll berakhir, saya mencapai sebuah kesimpulan yaitu ketika Anda melangkah masuk ke bioskop setelah sadar akan pilihan film yang Anda ambil, berhenti mengharapkan sebuah mahakarya karena dari materi promosi dan sinopsisnya saja tidak berharap pada sebuah epik yang mendalam dan menyajikan makna baru akan kita hidup di dunia; Anda masuk untuk sebuah hiburan yang tidak menantang Anda untuk berpikir namun untuk menyajikan fantasi cinta dari novelis yang mungkin tidak menampilkan karya original, namun dengan segenap kemampuannya berhasil menghibur entah berapa ratus ribu yang berpandangan berbeda dengan kita akan film yang enjoyable.

Assalamualaikum Calon Imam

Genre          :  Drama, sedikit religi, intrik(?)

Sutradara    :  Findo Purnowo

Penulis        :  Oka Aurora

Produser     :  Santi Muhzar

Durasi         :  93 menit

Diulas oleh : Falah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *