Sebuah Tulisan untuk Ulang Tahun ke-5 Sinematografi UI

Dalam ranka ulang tahun Sinematografi UI yang kelima pada tanggal 11 Januari 2016, diadakan sebuah lomba esai. Tema dari esainya adalah mengenai UKM Sinematografi UI sendiri. Berikut adalah tulisan pemenangnya, Imam Maulana dari angkatan 2015:

“Jika kamu ingin menjadi penulis, maka sering-seringlah membaca buku. Dan jika kamu ingin menjadi script writer maka sering-seringlah menonton film” Itulah salah satu tweet yang ditulis Jenny Yusuf, penulis skenario yang tahun ini menggondol Piala Citra kategori penulis skenario adaptasi terbaik lewat film’Filosofi Kopi’. Tweet yang ditulis Jenny ini, semakin menegaskan saya bahwa langkah awal untuk menjadi filmmaker adalah menonton film. Ya menonton film.

Menonton film adalah aktivitas biasa yang sekarang sudah menjadi hobby bagi saya pribadi. Apalagi kecintaan saya pada film-film nasional, membuat budaya menonton film itu menjadi hal yang lumrah serta sebagai bentuk apresiasi tersendiri untuk sineas-sineas kita. Mengingat situasi perfilman Indonesia yang sedang naik turun beberapa tahun belakangan ini.

Kepedulian saya terhadap film nasional sudah saya bangun sejak saya masih duduk dibangku sekolah dasar. Dimana setiap minggu saya sering membeli satu VCD Original film Indonesia dan uang yang saya dapat untuk membeli VCD tersebut berasal dari uang jajan setiap hari yang saya kumpulkan, digabung dengan uang jajan kakak saya. Maklum pada waktu itu Banjarmasin kehilangan beberapa bioskopnya akibat adanya perubahan jaman, sehingga bioskop jadul tidak mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan industri bioskop hingga akhirnya beberapa bioskop pun memberhentikan aktivitasnya dan Banjarmasin tidak mempunyai bioskop lagi. Oleh karena itu membeli VCD adalah satu-satunya cara untuk bisa menikmati film-film buatan anak negeri. Dan kecintaan saya dengan film lokal tidak luntur hingga sekarang.

Semakin bertambahnya usia, dan semakin banyak film Indonesia yang saya nonton akhirnya membuat saya berpikir bahwa menjadi seorang filmmaker adalah sebuah langkah yang tepat untuk menyelamatkan film Indonesia. Karena tanpa sineas-sineas muda, film Indonesia mungkin kehilangan arah, entah akan seperti apa. Hal inilah yang akhirnya menyadarkan saya bahwa bergabung di dalam komunitas film akan menjadi sebuah pengalaman berharga serta awal yang baik untuk mewujudkan mimpi saya; menjadi filmmaker.

Berkuliah di universitas terbaik di negeri ini, mungkin adalah mimpi besar yang akhirnya diwujudkan Tuhan. Bagaimana tidak? Lahir dan besar di Banjarmasin dan berkuliah di perguruan tinggi-nya Dian Sastro, Nicholas Saputra, Ayu Utami, dan lain-lain membuat saya yakin bahwa inilah saatnya saya bisa mengembangkan minat dan mimpi saya untuk bisa bertemu dengan sineas-sineas film serta mewujudkan impian saya yaitu membuat film pertama saya. Karena ketika di SMA saya belum pernah membuat film satupun. Dan akhirnya saya menemukan ‘rumah’ baru saya yakni Sinematografi UI.

Sinematografi UI adalah unit kegiatan mahasiswa yang bergerak di bidang perfilman baik itu produksi maupun apresiasi. Saya pun memutuskan untuk memilih komunitas ini sebagai unit kegiatan mahasiswa saya dengan alasan kecintaan saya terhadap film serta mimpi saya menjadi seorang filmmaker. Dan satu semester yang sudah saya jalani disini, banyak sekali pengalaman-pengalaman baru yang saya dapat. Yang pertama adalah semakin mudahnya saya menonton maupun menyaksikan film-film pendek yang sekiranya sangat jarang diputar di kota asal saya, Banjarmasin. Bagaimana tidak? Film-film yang ingin saya nonton seperti ‘The Fox Exploits The Tiger’s Might’-nya Lucky Kuswandi akhirnya bisa diwujudkan lewat UI Film Festival tahun ini, serta film-film pendek bagus lainnya yang pasti membuat iri kakak saya, gara-gara komunitas film di kota saya yang masih jarang menunjukkan eksistensinya. Oleh karena itu Sinematografi UI membantu saya dalam menonton film-film berkualitas, khususnya film pendek yang memang tidak di lepas di bioskop-bioskop Indonesia, dan hanya memiliki layar yang terbatas.

Selain itu, Sinematografi UI juga membantu saya lebih mengenal banyak movie addict yang pengetahuan filmnya seperti kamus film berjalan. Ini tentunya membuat pengetahuan film saya juga bertambah dengan seringnya kami bertukar pikiran serta informasi mengenai film-film yang pernah kami tonton. Lagipula, hal seperti ini juga memberikan kesempatan bagi saya untuk menambah banyak teman.

Dan yang terakhir adalah Sinematografi UI memberikan saya sebuah penegasan bahwa membuat film tidaklah gampang seperti pikiran saya jaman SMA. Ternyata dibutuhkan team-work yang bagus serta konsistensi diri untuk menjadi seorang filmmaker yang memang sangat sulit untuk dijaga. Namun setelah bergabung di Sinematografi UI, saya semakin termotivasi untuk bisa menghasilkan banyak film, baik itu menjadi sutradara, penulis skenario, maupun posisi lainnya.

Di usianya yang kelima tahun ini, saya berharap semoga Sinematografi UI tetap menjadi rumah yang nyaman bagi saya. Dan selalu mengadakan event-event berkualitas. Dan yang paling penting dan absurd, pertemukan saya dengan aktor dan aktris favorite saya; Reza Rahardian dan Acha Septriasa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *