Lima Rekomendasi Film Multi Genre

            Soul Jazz, Pop Ballad, Indie Rock; tren memadumadankan berbagai genre dalam suatu karya seringkali kita temukan di dunia musik. Akan tetapi, unsur multi genre tidak hanya muncul dalam musik. Dunia film juga mengenal adanya percampuran beberapa varian genre dalam karya seninya. Film-film yang disebut multi-genre, cross-genre, hybrid, mempunyai keunikan dalam mengadopsi beberapa tema dalam satu karya, tidak seperti film pada umumnya yang membawakan satu tema yang dominan dan dilabeli sebagai film bergenre tunggal.

            Kemajemukan tema dalam film-film tersebut menarik perhatian target pasar yang lebih luas dengan kalangan penonton yang memiliki preferensi dan selera yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, jenis film ini dikenal tidak mudah untuk diproduksi karena diperlukan keseimbangaan di antara elemen satu dan lainnya sehingga dapat menghasilkan perpaduan genre yang komplementer.

 Jenis film ini cocok untuk dinikmati di kala bosan selama menjalani karantina di rumah. Maka dari itu, kami menyediakan beberapa rekomendasi film-film multi genre dari industri film tanah air maupun dari industri film luar negeri. Yuk, simak artikel selengkapnya!

 

Climax (2018)

Bila menyinggung aspek genre dalam film, Climax (2018) berhasil membawa makna dari multi genre ke ranah yang lebih ekstrem. Tiap elemen yang dibawakan sepanjang film, entah itu musik, drama, ataupun thriller, disampaikan dengan kuat dan saling melengkapi satu sama lain. Tidaklah suatu hal baru bagi sang direktur, Gaspar Noe, untuk menggarap film seunik ini. Tetap dengan ciri khas karyanya yang eksentrik dan cenderung psychedelic, ia berkolaborasi dengan rumah produksi Vice Studios dan A24 dan berhasil memenangkan penghargaan untuk kategori Art Cinema Award dalam ajang penghargaan Cannes Film Festival pada 2018 silam.

Film buatan Prancis dan Belgia ini bercerita tentang sekelompok penari di gedung sekolah terpencil yang perlahan terjerumus kepada kegilaan dan situasi kacau balau setelah minuman mereka diracuni secara misterius. Dengan gaya perekamannya yang membuat penonton seakan menyaksikan tiap adegan secara langsung, Climax cocok ditonton bagi kamu yang telah bosan dengan alur film yang datar-datar saja. Film ini dijamin penuh dengan kejutan.

 

Mood Indigo (2013)

 

Sumber: filmmonthly.com

 

Mood Indigo (2013) bercerita tentang seorang bujangan kaya bernama Colin yang gemar menghabiskan waktunya dengan pergi berpesta dan membuat inovasi-inovasi aneh seperti pianocktail (sebuah piano yang dapat menghasilkan cocktail saat dimainkan). Pada suatu hari, dengan bantuan pengacara sekaligus juru masaknya, ia berhasil mendapatkan perhatian gadis impiannya, yaitu Chloé. Singkat cerita, mereka jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah. Namun, di malam bulan madu Chloé, terkena penyakit langka yang menyebabkan paru-parunya ditumbuhi bunga. Mood Indigo menampilkan perjalanan heroik dengan sentuhan komedi seputar perjuangan Colin dan teman-temannya untuk menyelamatkan Chloé.

            Dilihat dari sinopsisnya saja, Mood Indigo sudah memberikan kesan sebagai film dengan konsep yang baru dan quirky namun tidak asing bagi para pecinta film, khususnya bagi Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004), sebuah karya hasil besutan sutradara yang sama. Sama seperti film tersebut, Mood Indigo membawakan tema romansa dibalut dengan sci-fi yang dilengkapi dengan elemen komedi yang kuat sehingga menjadikan film ini menghibur dengan adegan-adegan kreatif lagi aneh. Film ini sangat cocok bagi kamu yang menggemari film-film rom-com namun ingin melihat genre tersebut dengan sedikit twist  yang berbeda.

 

Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak (2017)

            Sudah bukan rahasia lagi kalau film ini telah meraup begitu banyak penghargaan, baik dalam kategori Best Film hingga Best Actress bagi pemeran utamanya. Film besutan Mouly Surya ini bisa dikatakan sebagai salah satu film kebanggaan tanah air yang keindahan sinematografinya sudah ditampilkan di beberapa layar internasional.  Secara garis besar, Marlina si Pembunuh dalam Empat Babak bercerita seputar pemeran utamanya, Marlina, dalam perjalanannya ke kantor polisi menuntut keadilan atas dirinya setelah komplotan perampok menghampiri rumahnya. Di sepanjang perjalanan ceritanya, sang pemeran utama dihadapkan oleh berbagai kejadian, mulai dari hubungan temannya Novi dengan suaminya hingga sosok badan tak berkepala dari perampok yang ia bunuh.

            Mouly Surya dan timnya berhasil menampilkan paduan horor, thriller, drama dengan sedikit taburan percintaan di sepanjang film dengan baik. Bahkan, bisa dikatakan film ini juga mengadopsi genre western layaknya film-film barat. Hanya saja, film ini menggambarkanwanita Sumba yang tangguh, bukan lelaki cowboy. Film ini highly recommended jika kamu tertarik memulai menonton film-film berkualitas karya anak bangsa.

 

Gila Jiwa (2016)

Sumber: Firebird Films

 

Bila membahas tentang film-film multi genre tanah air, serentak sebagian besar orang akan menyebutkan film ini. Film garapan Ria Irawan ini menampilkan kisah petualangan seru tentang empat orang remaja yang terobsesi untuk menghidupkan kembali perfilman Indonesia dengan cerita yang unik. Gila Jiwa (2016) disebut-sebut sebagai film yang tidak bisa dikategorikan dalam satu tipe genre dan mencakup banyak genre di dalamnya, seperti laga, komedi, horor, musikal, dan drama.

Film ini juga merupakan bentuk dedikasi dari sang sutradara setelah menghabiskan empat puluh tahun di dunia perfilman. Gila Jiwa dapat membuat kamu senantiasa tertawa sekaligus bersimpati bersama tokoh-tokoh yang ditampilkan.

 

Loving Vincent (2017)

 Sumber: cleveland.com

 

          Berbeda dengan film-film yang disebutkan sebelumnya, film ini merupakan film animasi. Rilis pada tahun 2017 silam, Loving Vincent merupakan film animasi pertama yang seluruh 65,000 framenya dilukis menggunakan cat minyak. Film ini menarasikan kehidupan seorang pelukis revolusioner, Vincent Van Gogh, sehingga tidak mengherankan bila gaya yang dibawakan merupakan imitasi dari teknik melukis Van Gogh sendiri. Film buatan Polandia ini mempunyai kisah di balik proses produksi film yang patut dihargai.

Disebutkan bahwa tim produksi film ini melibatkan 125 pelukis cat minyak bergaya tradisional dari sepuluh negara yang berbeda. Produksi film dimulai dari perekaman pemain sungguhan  hingga periode pelukisan tiap frame membutuhkan jangka waktu enam tahun lamanya. Tiap proses yang dikerahkan untuk memproduksi film ini didedikasikan untuk mengapresiasi dan mengenang perjuangan sang pelukis, Van Gogh.

            Proses produksi yang tidak sebentar terbayarkan saat film ini berhasil meraih penghargaan Best Animated Film di beberapa ajang film internasional. Sang sutradara, Dorota Kobiela yang juga seorang pelukis, mulai mewujudkan visinya untuk membuat film ini setelah mempelajari karya dan riwayat hidup Van Gogh melalui surat-suratnya. Berbicara tentang perjalanan hidup Van Gogh, kisah hidupnya yang menarik membuat Loving Vincent bukan hanya sekadar film animasi biografi akan tetapi juga sebuah film drama, misteri, dan kejahatan.

Nah, bagaimana menurut kalian? Bukankah film-film ini multi genre sangat worth to watch? (Docab)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *