#ReviewFilm – Critical Eleven : 11 Menit yang Mengubah Hidup

Critical-Eleven-BookMyShow-1-e1494312215678.jpg

“Dalam sebuah penerbangan, ada istilah yang dikenal dengan Critical Eleven, yaitu 11 menit masa paling kritis, karena sebagian besar kecelakaan pesawat terjadi disini. 3 menit take off, dan 8 menit landing. Tapi buatku…” – kurang lebih begitulah ucapan Anya (Adinia Wirasti) di awal film, yang kemudian mempertemukannya dengan sosok Ale (Reza Rahadian). 3 menit diawal perkenalan, dan 8 menit yang berkesan, hingga lahirlah 11 menit yang mengubah hidup mereka.

Critical Eleven merupakan film produksi Starvision yang bekerja sama dengan Legacy Pictures. Film yang rilis sejak 10 Mei lalu ini, merupakan adaptasi novel karya Ika Natassa yang menggandeng Monty Tiwa sebagai sutradara, dan Jenny Jusuf sebagai penulis naskahnya. Hal yang membuat penasaran adalah bertemunya kembali sang aktor kawakan,  Reza-Adinia setelah film Kapan Kawin di tahun 2015.

Film ini mengisahkan tentang seorang management consultan bernama Tanya Baskoro yang akrab disapa Anya, dan insinyur perminyakan bernama Aldebaran Risjad yang disapa Ale. Pertemuan mereka di sebuah maskapai penerbangan, membawa hubungan mereka hingga ke jenjang pernikahan. Ale dan Anya menggambarkan romantisa pasangan muda yang begitu membahagiakan dengan latar kota New York yang mengagumkan. Konflik perlahan mulai muncul ketika Ale menujukan sikap parno-nya dikehamilan Anya yang pertama. Kekhawatiran Ale mendorongnya untuk pindah ke Indonesia, tapi Anya tetap ingin tinggal di New York bersama kenangan dan perjuangan yang telah ia lakukan disana. Hingga insiden tabrakan sepeda terjadi, perdebatan mereka kian memanas.  Namun, kepindahan mereka ke Indonesia ternyata tidak meredam konflik yang terjadi. Justru, masalah semakin bertambah, bahkan hubungan Ale-Anya kian berjarak.

Munculnya adegan-adegan tak terduga membuat alur cerita Critical Eleven tak bisa ditebak, hal itu justru menjadikan film ini tidak hanya sekedar cerita romansa biasa. Konflik-konflik yang tersirat di film sudah diatur sedemikian rupa sehingga dinamika emosi penonton benar-benar dipermainkan. Awalnya, penonton dibuat begitu terkesima dan bahagia dengan rayuan dan perlakuan Ale pada Anya, hal ini tentu membuat penonton kadang merasakan malu dan tertawa dengan perasaan iri. Misalnya saja saat adegan awal di pesawat ketika Ale merayu Anya dengan kalimat, “Mau kangen istri tapi kan gak ada”, sontak membuat penonton meleleh dan memecah suasana bioskop. Adegan-adegan so sweet dari Ale-Anya tidak hanya digambarkan sekali dua kali, namun hampir sepanjang film, maka dari itu harap bersabar untuk kalian yang menonton film ini sendirian. Tapi tenang saja, perasaan bahagia tidak melahap seluruh alur dalam film, ada juga suasana menegangkan yang muncul ketika Ale dan Anya beradu argumen mengenai kepindahannya ke Indonesia dan sikap egois pada diri mereka masing-masing yang berujung pada saling menyalahkan. Perasaan sedih dan kehilangan yang dirasakan Ale-Anya bisa dipastikan akan menular kepada para penonton. Sudah sebaiknya menyiapkan tisu untuk adegan-adegan akhir yang begitu mengharukan. Hal yang tidak terduga lain, adalah terlihatnya sosok mirip Rangga-Cinta dalam serial Ada Apa Dengan Cinta?2 Terlihat sepasang orang sedang berpelukan di airport di bagian awal film. Apakah anda melihatnya juga?

Dari segi pemain, sungguh menakjubkan. Permainan Reza dan Adinia menujukan chemistry yang kuat dan begitu natural. Susah rasanya mencari celah kesalahan diantara mereka. Selain itu, penampilan aktor-aktris lain juga tidak mengecewakan, mendukung perjalanan cinta Ale-Anya dengan sempurna. Sebut saja kehadiran aktor senior Slamet Rahardjo dan Widyawati sebagai orang tua Ale. Ada Revalina S. Temat (Raisa, Adik Ale) dan Hannah Al Rashid (Tara, Sahabat Anya) yang tampil berbeda dan lebih fresh. Kehadiran juga Hamish Daud (Sahabat Anya), dan pendatang baru Refal Hady (Harris, Saudara Ale). Selain itu, pemain komedian seperti Resti Sowertika, dan Dwi Sasono juga menambah lengkap film ini. Ada juga pemain yang tak disangka muncul di akhir film seperti Nino Fernandez dan Mikha Tambayong.

Pengambilan gambar yang luar biasa membuat emosi dan suasana tiap adegan semakin terasa. Terutama saat Ale-Anya berbincang dalam mobil di malam hari itu, sungguh romantis didukung dengan kelap-kelip lampu perkotaan. Hiruk pikuk kota New York juga tergambar dengan apik. Dibalut dengan tatanan musik yang juga juara. Soundtrack Sekali Lagi dari Isyana Sarasvati benar-benar pas membuat banjir air mata. Setiap scene Ale-Anya dalam perbincangan serius yang ditampilkan tanpa backsound adalah adegan-adegan terfavorit yang tidak boleh dilewatkan sedetik pun. Beberapa adegan intim mereka juga diperlihatkan dalam batas yang wajar untuk sebuah film dewasa di bioskop Indonesia. Scene favorit lainnya adalah pertemuan Ale-Anya di pesawat, juga ketika Ale menyalahkan Anya di meja makan atas meninggalnya anak mereka. Tidak hanya soal Ale-Anya, adegan yang cukup menyakitkan juga terjadi saat Anya berkumpul dengan Tara dan Agnes, sahabat kantornya. Mereka sedang membicarakan nama yang pas untuk anak Agnes, Anya yang tak kuasa menahan kesedihan dengan meneteskan air mata, mengatakan “I’m fine” sungguh terasa sesak jika anda mendengarnya secara langsung.

Hal yang disayangkan dari Critical Eleven adalah adanya beberapa adegan yang dragging atau bertele-tele. Misalnya saja adegan ruang makan di awal film, yang dirasa sangat lama dan menghilangkan mood penonton.  Juga adegan-adegan akhir setelah anak Ale-Anya akhirnya dikabarkan meninggal, kesedihannya begitu berlarut-larut dan menyita banyak porsi. Hal ini membuat akhir cerita menjadi sedikit mengecewakan dan agak dipaksakan. Penulis naskah, Jenny Yusuf dirasa kehabisan ide lagi untuk mengakhiri film ini. Sangat disayangkan, emosi haru dan menegangkan yang sudah dibangun sejak awal menuju klimaks, kemudian terganggu dengan munculnya Dwi Sasono sebagai dokter kandungan yang  mengabarkan tentang meninggalnya Aidan, anak Ale-Anya. Dwi Sasono yang dikenal banyak orang sebagai aktor komedian dalam sinema komedi Tetangga Masa Gitu? membuat penonton sontak terkaget dan tertawa, karena perannya kali ini yang cukup serius.     Selain itu, kesukaan Anya pada airport hanya digambarkan di awal film saja, seolah hanya sebagai pendukung, dan tidak dibahas lagi di adegan-adegan setelahnya, sehingga terasa ada yang kurang.

Terlepas dari kekurangan diatas, Critical Eleven sebenarnya sangat di dukung oleh akting Reza Rahadian dan Adinia Wirasti. Mereka tetap konsisten mempertahankan karakter, kekompakan, emosi, dan alur dalam film ini. Sehingga penonton akan tetap terhibur dan menikmatinya. Di akhir film, anda akan mulai tersadar bagaimana pesan yang disampaikan film ini ternyata sangat mendalam. Bukan hanya cinta terhadap pasangan, tapi akan menangkap juga bagaimana keluarga mampu menguatkan Ale-Anya, dan hangatnya persahabatan antara Anya dan rekan-rekan kantornya. Sebuah film yang digarap sangat matang! Sangat disayangkan jika anda melewatkan kisah Ale-Anya kali ini. Anda akan dibuat tak terduga dengan alur film ini, jadi jangan lewatkan!

Terimakasih sudah meluangkan 3 menit dan 8 detik untuk membaca review Critical Eleven kali ini. Nantikan review film berikutnya!!

Penulis: Kadek Andre Setiawan, Psikologi, Fakultas Psikologi

Photo: BookMyShow

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *